Wednesday, December 11, 2024
Google search engine
HomeBerita NTBLombok TimurKeberadaan SMA/SMK Terbuka Diduga Melanggar UU Sisdiknas Tahun 2003

Keberadaan SMA/SMK Terbuka Diduga Melanggar UU Sisdiknas Tahun 2003

Sorotanmedia.co, Lombok Timur  – Maraknya sekolah terbuka di wilayah Dinas Pendidikan Kabupaten maupun Provinsi ternyata terindikasi melanggar Undang-undang yang berlaku. Dengan adanya SMA maupun SMK terbuka saat ini dianggap justru belum tepat sasaran. Hal itu disampaikan Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK PKBM) NTB, Lalu Nasrullah Wijaya Kusuma, kepada sejumlah media belum lama ini.

Hal itu kemudian dibenarkan Sekretaris FK PKBM Lombok Timur Muhammad Husnan Aminullah saat ditemui langsung media ini di rumahnya di Labuhan Haji, pada Senin (29/07).

“Sudah disampaikan Ketua FK PKBM sekitar 1 bulan yang lalu di beberapa media juga bahwa dengan munculnya sekolah terbuka ini seolah memaksa pendidikan formal, kami menduga ini menjadi pusat suntikan dana BOSP”, terang Husnan.

Pengelola PKBM Mumtaz ini mengatakan Dinas Pendidikan Provinsi telah acuh terhadap norma undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat menelaah Undang-undang nomor 20 tentang satuan pendidikan nasional dalamnya ada pasal tentang pendidikan formal, non formal dan informal, lalu menerbitkan ijin SMA/SMK terbuka mengambil peran pendidikan non formal.

“Padahal untuk mereka yang telah putus sekolah, non formal lah yang harus menangani yakni keberadaan PKBM,” tegasnya.

“ UU tentang pendidikan nasional No 20 tahun 2003 serta pasal 22 dan 26 yang dimana lembaga non formal lah yang memiliki wewenang dalam melaksanakan pembelajaran masyarakat yang jelas yang pendidikan layanan khusus adalah ranah dari lembaga non formal,” sambungnya.

FK PKBM Lombok Timur berharap ada itikad baik Dinas Dikbud Provinsi NTB agar mau berkolaborasi atau membangun sinergi dengan semua PKBM yang ada di NTB. Mengingat dirasa tidak adil jika SMA atau SMK Terbuka di adakan di wilayah yang memang sudah ada PKBM nya dan akan sulit bagi PKBM untuk bisa bersaing karena anak anak yang usia putus sekolahnya dibawah 21 tahun pasti akan memilih SMA Terbuka yang sistem belajarnya nor formal namun mudah mendapatkan Ijasah atau Paket C. Sehingga sistem zonasi yang diterapkan dan diharapkan berlaku di satuan pendidikan justru akan dianggap sia – sia.

“Apa artinya sistem zonasi yang diberlakukan kalau ujung – ujungnya di mana-mana SMA Terbuka? Silahkan kita berkolaborasi saja seperti apa solusinya agar tidak ada yang merasa dirugikan karena jujur kalau SMA terbuka sampai di desa – desa maka kami di PKBM hanya kecipratan imbasnya saja,” pungkasnya.

Sebagai informasi UU Sisdiknas menyebatkan dalam Pasal 1 Ayat 10.11,12, berbunyi ayat 10), Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. 11), Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 12), Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pasal 13, Ayat 1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ayat 2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.

Pasal 14 Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pasal 18 (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. 2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. (3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26 pada ayat 1,2,3,4,5,6,7

  1. Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
  2. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional;
  3. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
  4. Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
  5. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
  6. Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
  7. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan non formal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (sm)
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments