Friday, December 13, 2024
Google search engine
HomeBerita NTBLombok TimurBuntut Kematian Haerul Wardi, ARB dan FRB Desak Direktur RSUD Selong Dicopot

Buntut Kematian Haerul Wardi, ARB dan FRB Desak Direktur RSUD Selong Dicopot

Sorotanmedia.co, Lombok Timur   –  Buntut meninggalnya salah satu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Soedjono Selong yang diduga ditelantarkan dan telat penanganan karena terganjal biaya membuat Aliansi Rakyat Bersuara (ARB)  geram.

Mereka melakukan aksi Demo di depan Kantor Bupati  Lombok Timur yang salah satu tuntutannya meminta Pj.Bupati bersikap tegas dan mencopot jabatan dr.H.M.Hasbi Santoso sebagai Direktur RSUD Raden Soedjono Selong.

Koordinator Umum (Kordum) aksi Aliansi Rakyat Bersuara Yusfa dalam orasinya menyayangkan  atas tindakan Direktur RSUD  Selong  atas tindakan anak buahnya yang tidak mementingkan sisi kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Petugasnya  terkesan  hanya mementingkan uang baru mengambil tindakan. Sehingga menyebabkan pasien atas nama Khairul Wardi meninggal dunia.

“Kita sangat menyayangkan,  ini tidak bisa dibiarkan. Karena itu kami meminta Pj Bupati Lombok Timur pecat Direktur RSUD Raden Soedjono Selong,” teriak Yusfa dalam orasinya pada Kamis, (25/07) lalu.

Lebih lebih Direktur RSUD R Soedjono Selong, lanjut Yusfa menyatakan di salah satu media dirinya siap mundur jika ada warga Lombok Timur yang sakit tak punya biaya lalu tidak ditangani dengan cepat di RSUD Raden Soedjono Selong. Karena itu semua masa aksi menuntut sikap tegas Pj.Bupati Lotim H.M.Juaink Taofik agar  mencopot Direktur RSUD Selong dr.Hasbi Santoso dari jabatannya karena dianggap tidak mampu melayani masyarakat yang sakit dengan baik.

“Ini mencoreng status Lombok Timur yang katanya sudah WTP tapi masih mementingkan uang dari dari pada nyawa masyarakat,” cetusnya.

Pj. Sekretaris Daerah H. Hasni, didampingi Asisten I Bidang Pemerintahan yang menemui masa aksi menyampaikan, bahwa Pj. Bupati  juga sudah melakukan pembinaan dengan mempertemukan Direktur RSUD Raden Soedjono Selong dengan pihak Kepala Desa sebagai perwakilan keluarga pasien yang meninggal duni untuk mendengarkan kronologisnya.

Disampaikannya, status Lombok Timur memang sudah WTP. Artinya jika BPJS pasien tidak aktif atau kartu keluarga tidak ada,  tetap  akan dibuatkan langsung proses administrasinya di Rumah sakit.

Ia mengatakan bahwa proses penanganan pasien berdasarkan informasi yang diterima sudah ditandatangani sesuai regulasi. Mengingat saat itu pasien sudah sudah di tangani sesuai SOP oleh petugas UGD. Jika kemudian ada  satu dari sekian banyak pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kemudian ada masyarakat yang menggunakan pelayanan umum.

“Berdasarkan penelaahan berdiskusi dengan pihak manajemen Rumah sakit, ternyata anak ini sebelumnya dia pernah jatuh dulu di rumahnya. Kemudian beberapa hari dia dibawa ke Puskesmas karena tidak bisa ditangani di Puskesmas maka dirujuk lah dia ke RSUD R Soedjono tentu dengan SOP”, pungkasnya.

Dari keterangan yang diterima Pemda Lotim, pihak rumah sakit juga sudah memberikan  infus dan diinjeksi dengan obat-obat untuk penanganan kejang anak tersebut.

“Dari keterangan pihak rumah sakit dia sudah kejang-kejang dan bola matanya sudah kelihatan yang putih saja”, imbuhnya.

Masih kata H.Hasni mengutip keterangan yang diterima pihak RSUD,  pada saat penanganan   ada salah satu dokter spesialis anak ingin melakukan deteksi melalui alat city scan untuk memastikan bekas benturan yang ada di kepala pasien.

“Karena kondisi anak ini sedang kejang-kejang dan bola mata putihnya saja kelihatan sehingga dari SOP yang ada di Rumah sakit tidak diperkenankan untuk dilakukan city scan kemudian ditangani dulu dari pengobatan yang ada”, urainya.

Pj.Sekda juga menambahkan bahwa saat itu keluarga pasien statusnya pada posisi tidak memiliki BPJS. Namun, pasien tetap ditangani sesuai SOP yang ada di rumah sakit. Petugas juga sempat memberikan edukasi terhadap keluarga pasien bahwa akan  dilakukan city scan jika kondisi pasien lebih baik.

“Ada memang pembiayaan waktu itu tetapi bukan karena tidak ada biayanya sehingga tidak ditangani, namun, menunggu kondisi pasien lebih baik dulu baru dilakukan city scan”, dalihnya.

Salah satu orator masa aksi Hadi Tamara mempertanyakan data pada Pj. Sekda yang berani  mengatakan anak itu di City scan karena menunggu kondisi membaik bukan karena biaya.

“Liat berita-berita yang beredar, bagaimana anak itu ditelantarkan. Seharusnya dengan program WTP fungsinya untuk memudahkan pelayanan bagi masyarakat Kabupaten Lombok Timur terkait administrasi,”kesalnya.

Walau dijelaskan panjang lebar alasan penanganan Pasien yang sudah dinyatakan meninggal dunia, masa aksi tetap menuntut   Direktur RSUD R. Soedjono Selong di pecat dari jabatannya karena dianggap tidak berkompeten.

“Atau Pemda tidak berani memecat yang bersangkutan. Jika tuntutan kami tidak digubris kami akan melakukan aksi berjilid-jilid,” pungkasnya sembari masa aksi membubarkan diri dengan tertib.

Di tempat terpisah, hal senada juga  dilontarkan Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB), Eko Rahadi yang  menyampaikan sejak jabatan Direktur duduki dr.Hasbi Santoso, dari  pelayanan bukannya makin baik tapi malah dinilai merosot baik itu dari sisi pelayanan maupun dari sisi status kelas rumah sakit.

“Seharusnya pelayanan lebih baik, ini kok tambah merosot pelayanannya ke masyarakat miskin, ini sangat memalukan. Karena itu Pj Bupati Lombok Timur harus pecat direktur RSUD Soedjono,” ketus Eko Rahardi.

Eko sapaan akrabnya juga menyentil kasus yang terjadi yang menyebabkan nyawa Haerul Wardi melayang. Ia menganggap dokter-dokter RSUD tidak mengutamakan kemanusiaan melainkan lebih kepada dokter bisnis.

“Bekerja di rumah sakit itu harus ada jiwa sosial dan jiwa kemanusiaan bukan jiwa bisnis. Nah ini terjadi kerena mereka dipimpin oleh Direktur yang tidak tepat, karenanya sangat patut direktur itu dipecat” ucap Eko.

Ia menambahkan untuk Kabupaten Lombok Timur yang bisa membuat nama baik dan mencoreng citra pelayanan publik itu sangat bergantung pada pelayanan Rumah Sakit.

“Coba lihat jika tidak punya BPJS lalu bilang pakai umum cepat dilayani, tapi kalau punya BPJS lambat ditangani,” sindir Eko yang juga Ketua Forum Masyarakat Desa (Formades) Lotim.

Diakuinya hal itu berdasarkan pengalaman pribadi saat anaknya beberapa waktu lalu sakit. Dikatakan Ia datang membawa anaknya ke RSUD sekitar jam 16.00 wita, tapi sampai jam 21.00 wita masih belum ditangani secara intensif hingga yang keliatan mata putih anaknya.

Saking paniknya, lanjut Eko melihat kondisi sang anak, ia berangkat dari rumah tergesa-gesa sehingga ia tidak lagi memikirkan kartu berobat.

“Namanya kita panik tapi mestinya pelayanan dulu, nanti jika keluarga membaik pikiran akan tenang, maka mau minta kartu apapun cepat di cari. Hingga saya ngamuk baru ditangani.  Alhamdulillah anak saya sembuh dan sehat sampai sekarang. Namun sejak saat itu saya bakar BPJS saya,”  kenang Eko.

Berangkat dari peristiwa pahitnya kenangan pelayanan RSUD yang dialaminya itu, Eko menyampaikan dirinya saja yang bisa berkomunikasi dengan lancar masih bisa diperdayai. Apalagi yang dialami oleh nenek Almarhum yang kondisi sudah tua ditambah dengan ekonomi yang pas-pasan.

“Karenanya saya siap mendampingi secara hukum bila keluarga Almarhum menuntut RSUD R Soedjono secara hukum, biar jelas dan terang,” tegas Eko, yang juga berprofesi sebagai Pengacara tersebut.

Lebih lanjut, Eko mengatakan,  bila melihat Lombok Timur yang menyandang status UHC, sangat miris atau berbanding terbalik dengan pelayanan RSUD R Soedjono ini yang dinilai mencoreng citra Lombok Timur.

“Karena itu, Sekali lagi saya katakan pada Pj Bupati Lombok Timur untuk memecat direktur RSUD R Soedjono karena tidak bisa memberikan pelayan pada publik dengan baik sesuai fungsi yang sebenar-benarnya,” tutup Eko.  (sm)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments