M. ZAIDI (Mahasiswa S3 UIN Mataram)
Kita pahami bersama bahwa Al-quran adalah solih likulli makan wazaman wabil husus pibakaI wal apnan. Pernyataan ini bukan hanya diakui oleh para penafsir seperti pahrurozi atau ibnu kasir misalnya atau ulama-ulama kelasik lainya namun lebih dari itu diakui oleh para ulam kontemporer. Hal inilah yang kemudian menjadikan diskursus seputar penafsiran al-quran tidak pernah mengenal kata ilahunna atau intaha. Hal itu telah terbukti bahwa selama ini Alqu’an telah dikaji dengan beragam metode dan diajarkan dengan aneka cara, namun ibarat samudra yang luas dan dalam, tidak akan pernah mengalami kekeringan walaupun telah, sedang atau akan dikaji dari berbagai segi dan metodologi. Geliat diskursus ini bukan hanya terjadi di dunia Islam saja tapi juga mengundang perhatian di dunia barat.
Hermeniutika secara umum adalah memahami teks dan makna secara umum, misalnya yang mengatur tentang interaksi sosial terdapat dalam Q.S. al-Hujrat 49:13 di dalam ayat ini menekankan pentingnya membentuk masyarakat yang beradab. Yang bunyinya “Allah menciptakan manusia dari berbagai suku dan bangsa agar mereka saling memahami dan berintraksi dengan baik”. Misalnya dalam peran berkeluarga Q.S.Ash-Shuara:21 “Tidak ada seorangpun selain Allah yang dapat membatasi manusia keputusan yang benar dan yang salah surga neraka hanyalah keputusan milik Allah semata”.
Lalu kemudian bagai mana dengan tanggung jawab sosial terdapat dalam Q.S.Ali-imran, “Kamu tidak akan sampai kepada kebaikan, sebelum kamu menyedekahkan apa yang paling engkau cintai,”. Rasulullah SAW menambah kan dalam hadistnya, yang artinya “Tidak beriman seorang manusia kalau dengan sebab dia terhalang kebagaian saudaranya, atau dia mencintai saudaranya melebihi dirinya sendiri”.
Bisa juga sebagai tamsil dengan memahami dalam suami dan istri surat Al bakarah ayat 187 Suami dan istri itu adalah pakaian, sedangkan kita ketahui bersama sifat pakain itu adalah;
- Libas yang bermakna memberi adalah melekat, karna itu dalam setiap tindakan baik tindakan sosial dan individu keluarga dan masyarakat jangan sampai memikirkan hanya diri sendiri tapi, orang-orang yang melekat dengan kita entah itu istri, anak ibu dan bapak atau keluarga dan masyarakat lainya. Sesugguhnya Islam bukan berbicara tentang haram dan halal saja tap, pantas dan tidak pantas, misalnya pantas kah kedudukan suami dan istri harus sama di segala hal dan seterusnya. Al-insan adalah kiyanun ijtima’i. Manusia tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, tapi juga orang-orang di sekitarnya.
- Libas bimakna adalah pakaian. Itu sifatnya melindungi, jadi suami istri itu saling melindungi, ini bukan hanya urusan dunia saja, tentunnya yang paling pokok adalah istri melindungi suaminya dari perbuatan maksiat dan istripun melindungi suaminya dari perbuatan maksiat, karena tidak ada bahaya yang paling besar kecuali perbuatan maksiat kepada Allah SWT.
- Libas bimakna, Assatru. Maka kemudian tidak boleh suami membicarakan aib istri dan sebaliknya bahkan ucapan yang baikpun misalnya tapi pasangan suami istri tidak suka itu tidak dibolehkan itu bagian dari membuka aib keluarga.
- 4. Libas pakaian itu sifatnya menghiasi karna dengan pakaian itu kita menjadi indah jadi bersosial berkeluarga tentu suami istri itu mampu menghiasi diri kita dan orang-orang yang dekat dengan kita tentunya.
Al-hasil, kesimpulannya bahwa Hermeneutika adalah menawarkan sesuatu yang baru dalam memahami al- Qur’an, yaitu dengan tidak lagi menganggap teks sebagai sesuatu yang suci. Hermeneutika memungkinkan semua ayat-ayat al-Qur’an untuk dipahami dalam bersosial berbudaya dan bermasyarakat, bahkan dengan mengobrak- abrik pemahaman dan pemaknaan yang telah mapan selama berabad-abad menambah wawasan untuk menuju keluarga sakinah mawaddah warahmah. wallahu a’lam.