Thursday, February 6, 2025
Google search engine
HomeNasionalMenilik Tantangan dan Solusi Pembelajaran Nanoteknologi di Sekolah

Menilik Tantangan dan Solusi Pembelajaran Nanoteknologi di Sekolah

Penulis : Muhammad Fajar Marsuki, Nur Hasanah, Oktaffi Arinna Manasikana, Tamrin Taher (S3 Pendidikan IPA Universitas Sebelas Maret)

Nanoteknologi telah menjadi salah satu inovasi ilmiah yang paling signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Teknologi ini berfokus pada manipulasi materi pada skala yang sangat kecil sekitar 1 hingga 100 nanometer. Jika satu nanometer dibandingkan dengan satu meter, perbandingannya seperti membandingkan ukuran bola golf dengan planet bumi. Dalam ukuran yang luar biasa kecil ini, sifat-sifat materi dapat berubah drastis, membuka peluang untuk inovasi di berbagai bidang. Nanoteknologi telah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan dalam bidang kesehatan, elektronik, energi dan lingkungan, serta manufaktur.

Di bidang kesehatan, nanoteknologi telah membuka jalan bagi pengembangan obat-obatan yang lebih efektif dan tepat sasaran. Dengan partikel nano, ilmuwan dapat merancang obat yang mampu menargetkan sel-sel kanker secara spesifik, mengurangi efek samping pada sel-sel sehat. Dalam dunia elektronik, teknologi nano telah memungkinkan terciptanya perangkat yang lebih kecil, cepat, dan hemat energi, mulai dari ponsel pintar hingga komputer canggih. Bahkan, dalam bidang energi, nanoteknologi menawarkan solusi untuk menciptakan sel surya yang lebih efisien dan baterai yang lebih tahan lama. Dalam sektor manufaktur, nanoteknologi membantu menciptakan bahan yang lebih kuat namun lebih ringan, seperti dalam industri pesawat dan mobil listrik.

Nanoteknologi di negara-negara maju seperti Jerman, AS, Australia, dan Jepang sudah diajarkan sebagai bagian penting dalam kurikulum sains dan teknologi di sekolah. Di Jerman misalnya, nanoteknologi merupakan bagian dari Kurikulum STEM (Sciences, Technology, Engineering, and Mathematics), di mana peserta didik diajak untuk memahami sifat material pada skala nano melalui eksperimen laboratorium dan proyek sains terapan.. Sementara itu, di Amerika Serikat, kurikulum Next Generation Science Standards atau yang dikenal sebagai NGSS mengintegrasikan nanoteknologi dalam pengajaran sains dengan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Di Australia, melalui Australian Curriculum, menggabungkan nanoteknologi dalam pembelajaran berbasis penemuan (Inquiry Based Learning). Pendekatan ini menekankan aplikasi praktis seperti penyaringan air dan penyimpanan energi, serta kolaborasi dengan institusi penelitian untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. Di Asia, misalnya di Jepang, nanoteknologi dimasukkan ke dalam kurikulum sains dengan fokus kuat pada inovasi teknologi.

Di Indonesia, kurikulum merdeka memfasilitasi peserta didik mempelajari konsep nanoteknologi terutama pengenalannya pada fase E SMA kelas X. Guru dapat mengintegrasikan materi nanoteknologi ini ke dalam pendahuluan sebelum memasuki materi struktur atom di kelas X SMA. Guru dapat memberikan penguatan tentang pengenalan nanoteknologi dengan bantuan media visual atau audio visual sehingga peserta didik akan dapat membayangkan seberapa ukuran 1 nanometer ini dibandingkan dengan benda-benda lain, misalnya diameter rambut, virus, sel darah merah, bahkan atom. Pembelajaran nanoteknologi dapat dilaksanakan melalui pembelajaran kolaborasi atau kelompok. Peserta didik secara berkelompok diminta untuk mencari aplikasi nanoteknologi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya pada bidang kosmetik dengan menelusuri merek dagang kosmetik apa saja yang telah menggunakan teknologi nano baik dalam komposisi maupun proses pembuatannya serta kelebihannya. Hal ini akan mendorong daya pikir kreatif peserta didik. Kompleksitas materi dan ketidaknyataan sifat-sifat material pada skala nano sering kali membuat siswa merasa asing dengan topik ini sehingga memerlukan inovasi pedagogis yang dapat menjembatani kesenjangan antara konsep yang abstrak dan aplikasi yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut tantangan dan solusi pembelajaran nanoteknologi di sekolah: 1) Pemahaman Konsep yang Abstrak. Nanoteknologi adalah cabang ilmu yang berfokus pada manipulasi materi pada skala nanometer, di mana partikel memiliki sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan dengan skala makroskopis. Sifat-sifat ini meliputi konduktivitas listrik, sifat mekanik, serta interaksi kimia yang semuanya berubah pada skala nano. di mana fenomena pada skala nano tidak dapat diamati secara langsung oleh indra manusia. abstraksi ini menambah kompleksitas pembelajaran karena siswa tidak hanya dituntut untuk memahami sifat dasar materi seperti dalam topik kimia tradisional, tetapi juga harus mengaitkan perubahan sifat materi dengan perubahan ukuran partikel. Solusi yang diusulkan oleh berbagai peneliti adalah penggunaan alat bantu visual, pendekatan berbasis proyek, dan integrasi teknologi digital yang dapat membantu siswa lebih memahami perubahan sifat materi pada skala nano, 2) Kurangnya Pengalaman Laboratorium. Pembelajaran nanoteknologi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menghadapi tantangan signifikan terkait kurangnya pengalaman laboratorium yang relevan. Nanoteknologi merupakan ilmu yang membutuhkan pemahaman eksperimental yang mendalam untuk mengamati fenomena di skala nanometer. Oleh karena itu, laboratorium menjadi elemen krusial dalam membantu siswa memahami dan menerapkan konsep-konsep abstrak yang terkandung dalam nanoteknologi. Namun, banyak sekolah tidak memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk memungkinkan eksperimen terkait nanoteknologi. Alternatif yang sering digunakan di sekolah adalah simulasi laboratorium virtual. Namun, meskipun simulasi dapat membantu mengatasi keterbatasan fasilitas fisik, hal ini tidak sepenuhnya menggantikan pengalaman langsung yang didapatkan dari eksperimen laboratorium sebenarnya, 3) Keterbatasan Materi dan Sumber Belajar. Nanoteknologi adalah bidang ilmu yang relatif baru dan bersifat multidisiplin, sehingga materi pengajaran yang komprehensif dan mudah diakses masih kurang tersedia di banyak sekolah. Keterbatasan ini mencakup buku teks, modul, video, serta sumber digital interaktif yang dapat membantu siswa memahami aplikasi nanoteknologi misalnya nanokosmetik. Siswa membutuhkan visualisasi dan sumber yang interaktif untuk memahami bagaimana nanopartikel bekerja dalam produk nano kosmetik, misalnya bagaimana mereka dapat meningkatkan stabilitas, efisiensi, dan daya serap kosmetik. Tanpa sumber ini, pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih terbatas, 4) Persepsi Resiko dan Etika. Nanoteknologi menawarkan banyak manfaat, seperti meningkatkan efektivitas produk kosmetik, namun juga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bagi siswa SMA, memahami kompleksitas risiko dan isu etika yang terkait dengan teknologi ini memerlukan pendekatan yang holistik. Oleh karena itu siswa perlu memahami bagaimana regulasi produk yang mengandung nanopartikel berbeda dari produk konvensional. Pembelajaran yang seimbang antara manfaat dan risiko sangat penting untuk mempersiapkan siswa menghadapi dilema etika yang mungkin muncul dalam perkembangan teknologi ini, 5) Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Nanoteknologi adalah disiplin multidisiplin yang menggabungkan kimia, fisika, biologi, dan teknik. Oleh karena itu, siswa membutuhkan pemahaman yang holistik, yang mencakup tidak hanya pengetahuan teoritis tetapi juga keterampilan teknologi untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan teknologi tersebut secara optimal, termasuk dalam penerapannya pada nano kosmetik. Pembelajaran berbasis teknologi digital dan simulasi dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan ini. Penggunaan simulasi komputer, visualisasi 3D, dan laboratorium virtual dapat membantu siswa memahami fenomena nano secara lebih mendalam.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments