sorotanmedia.co, Lombok Timur – Wilayah Sepolong, Desa Labuhan Haji, yang selama ini dikenal dengan panorama pantai dan suasana sunset yang indah, menyimpan sejarah panjang sebagai lokasi isolasi penderita kusta sejak 1921 pada masa pra kemerdekaan. Di kawasan ini bahkan pernah berdiri Rumah Sakit Kusta Sepolong di bawah naungan Dinas Kesehatan Provinsi NTB, yang kini hanya tersisa puing bangunannya dan keturunan masyarakat yang pernah diisolasi.
Haji Nursalim, salah seorang warga, mengisahkan bahwa masyarakat Sepolong telah mendiami wilayah tersebut secara turun-temurun sejak masa nenek moyang mereka.
“Dulu Sepolong masih hutan belantara. Nenek moyang kami yang membabat hingga bisa ditanami dan ditempati. Awalnya kami ditempatkan di sini karena diisolasi, sebab dulu kusta dianggap berbahaya,” ungkapnya. Kamis, (18/09).
Ketentraman warga terusik setelah menerima panggilan dari Pengadilan Negeri Selong Nomor 104/Pdt.G/2025/PN Sel tentang perkara perbuatan melawan hukum menempati hak milik orang lain. Gugatan tersebut diajukan oleh 23 orang, termasuk seorang anggota legislatif Provinsi NTB, terhadap 56 kepala keluarga yang tinggal di Sepolong dan Dasan Baru.
Kabar gugatan itu membuat warga resah dan gelisah. Beberapa bahkan jatuh sakit karena ketidakpastian nasib mereka.
“Kami bingung mau mengadu ke mana. Sepolong sudah kami tempati selama lima keturunan tanpa masalah. Kami masyarakat kecil hanya berharap perhatian dari Pemda, Pemprov, hingga pemerintah pusat agar membantu menghadapi gugatan ini,” ujar Dani, salah seorang warga.
Menanggapi keresahan warga, Kepala Desa Labuhan Haji, Pahminuddin, mengumpulkan masyarakat di Masjid wilayah Sepolong dan Dasan Baru pada Kamis (11/09/2025) lalu. Dalam pertemuan itu, ia menekankan pentingnya menjaga persatuan di tengah persoalan yang dihadapi.
“Masalah ini adalah masalah kita bersama. Pemerintah desa tetap menginginkan yang terbaik bagi masyarakat. Mari kita jaga kekompakan dan keamanan wilayah kita,” katanya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik mengingat menyangkut hak tinggal puluhan keluarga yang telah bermukim selama beberapa generasi. Warga berharap mediasi dan langkah hukum ke depan dapat memberikan keadilan serta kepastian atas tanah yang mereka tempati sejak hampir satu abad lalu. (sm)