Oleh : Yunda Widiawati (Lombok Utara)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) satu dari 38 provinsi di Indonesia yang memiliki beragam budaya, mulai dari tarian, kepercayaan dan adat istiadat. Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah kepulauan Nusa Tenggara, di antara provinsi Bali dan bagian tengah-timur Nusa Tenggara. Ibukotanya adalah Mataram. Nusa Tenggara Barat memiliki delapan kabupaten (Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima) dan dua kota (Kota Mataram dan Kota Bima). Mayoritas penduduk Lombok adalah Suku Sasak, sedangkan Suku Bima (Mbojo) dan Sumbawa merupakan suku terbesar di Sumbawa.
Lombok Utara merupakan salah satu dari 10 kota/kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan dikenal sebagai destinasi wisata alam dan kearifan budaya lokal. Lombok Utara, juga dikenal banyak orang karena budayanya yang unik. Salah satu tradisi atau budaya yang masih dilestarikan adalah tradisi Maulid Adat. Maulid Adat di wilayah Bayan, merupakan tradisi tahunan masyarakat adat Kedatuan Bayan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, setiap tahun. Pelaksanaan tradisi Maulid Adat terdiri dari beberapa rangkaian prosesi yang memiliki nilai tersendiri dalam pembentukan karakter kebudayaan masyarakat.
Tradisi Maulid Adat mulai dikenal banyak orang dan banyak orang yang tertarik untuk hadir langsung menyaksikan ritual adat tersebut. Selain menarik minat wisatawan lokal, tradisi tersebut, juga banyak menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Lombok Utara. Hal tersebut, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pemuka adat atau tokoh adat, bagaimana memperkenalkan dan memberikan pemahaman terhadap ritual Maulid Adat, kepada pengunjung lokal maupun asing.
Desa Karang Bajo adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasinya berjarak sekitar 77,5 kilometer dari Kota Mataram dan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 53 menit, melalui perjalanan darat. Di Desa Karang Bajo ini Tradisi Maulid Adat, terus dipertahankan dan dilaksanakan setiap datang bulan Rabi’ul Awal (bulan maulid Nabi). Tradisi ini diselenggarakan tiga hari setelah tanggal 12 Rabiul Awal selama 2 hari tepatnya (14 -15 Rabiul Awal setiap tahunnya).
Prosesi Maulid Adat
Pada pagi, tanggal 14 Rabi’ul Awal, sekelompok orang terdiri dari orang-orang tua dan anak-anak seluruhnya berbusana adat Bayan yang khas berjalan beriringan dalam formasi satu baris memanjang ke belakang. Mereka membawa Natura hasil pertanian dan peternakan. Di depannya dan juga di belakangnya terdapat kelompok lain dengan ciri khas sama, berbusana adat, berbaris satu ke belakang membawa Natura. Kelompok demi kelompok datang mengalir dari pagi itu hingga sore hari tiada putus. Mereka ribuan orang. Tujuannya, ke satu titik, Kampu (komplek Balai Adat) Karang Bajo – Bayan, Lombok Utara. Melintasi tanah lapang (gegade) depan kampu. Sesampainya di gerbang, pimpinan rombongan memberi salam kemudian satu persatu masuk ke dalam kawasan depan Kampu. Disini, disambut dengan Gong Gerantung yang berbunyi tak henti-henti sepanjang hari.
Dari sini, melalui pintu berikutnya, rombongan masuk ke ruang yang lebih dalam, di mana Inan Meniq (Ibu Beras, bahasa Sasak) berada. Beliau menerima Gegawan (Natura bawaan), kemudian melakukan ritual Sembeq yaitu pemberian tanda di kening dari bahan sirih pinang kepada anggota-anggota rombongan.
Di luar, sekelompok pemuda berbusana adat sibuk pula membersihkan dan mempersiapkan alat-alat menumbuk padi seperti Rantok (Lesung ) dan Alu (alat penumpukan) dari bambu-bambu yang lurus dan panjang yang akan digunakan pada ritual Menutu pada waktu Rarak Daun Waru (siang menjelang sore). Ini barulah awal di Kampu Karang Bajo, sedang di kampu-kampu lain prosesi Menutu sudah diselenggarakan pada malam sebelumnya. Dari proses-proses awal tersebut, kemudian di masing-masing Kampu, melalui tahapan-tahapan dari prosesi yang panjang hingga puncak ritual pada sore hari ke 3, yang berpusat di Mesjid Kuno dan penutupan pada tengah malamnya dengan sebuah prosesi.
Perpaduan Budaya dan Agama
Dalam proses pelaksanaan tradisi Maulid Adat, kami menunjukkan bagaimana prosesnya dimulai hingga selesai. Dari awal kedatangan tamu sampai masuk ke area utama ritual. Kami jelaskan satu persatu, baik makna benda adat, pakaian yang digunakan, maupun prosesi yang dijalani.
“Setiap rangkaian dijelaskan sesuai dengan konteks adat dan nilai yang terkandung di dalamnya,” kata tokoh Adat Desa Karang Bajo, Rianom, pada sat ditemui Wartawan Suara Rinjani beberapa waktu lalu.
Penjelasan ini, tidak bersifat umum atau sembarangan, melainkan disesuaikan dengan konteks adat dan nilai-nilai spiritual serta budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan bersifat edukatif, partisipatif, dan bernilai simbolik tinggi.
“Setiap detail dalam proses itu adalah bentuk komunikasi adat baik secara simbolik maupun langsung. Melalui pakaian, gerakan, narasi, dan benda- benda adat, itulah cara kami berkomunikasi tentang nilai-nilai kami kepada tamu yang datang. Tidak selalu dengan bahasa, tetapi dengan tindakan dan simbol,” jelasnya.
Dalam upaya pelestarian budaya dan pengelolaan wisata berbasis adat, komunikasi menjadi aspek yang sangat penting, terutama dalam menjembatani interaksi antara masyarakat lokal dengan wisatawan mancanegara. Proses komunikasi ini tidak hanya berfungsi untuk memberikan informasi, tetapi juga sebagai sarana memperkenalkan nilai-nilai budaya dan tata cara adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini terlihat dalam praktik yang diterapkan oleh masyarakat adat setempat, sebagaimana diungkapkan oleh tokoh adat.
“Kami punya pranata adat yang memang diberi tanggung jawab untuk menjelaskan dalam bahasa yang bisa dimengerti wisatawan. Jika pengunjung dari luar negeri, biasanya ada yang mampu berbahasa Inggris atau didampingi guide. Mereka juga mengarahkan pengunjung untuk memakai pakaian adat sesuai aturan maulid, karena itu bagian penting dari prosesi,”ungkapnya.
Tradisi Maulid Adat Bayan, misalnya, tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebagai medium untuk mempertahankan tatanan sosial dan simbol-simbol budaya leluhur. Oleh karena itu, keterlibatan wisatawan dalam tradisi ini diatur melalui proses komunikasi yang cermat, agar tetap menghormati nilai-nilai sakral yang melekat dalam setiap prosesi.
“Tentu, kami mengarahkan mereka ke lokasi-lokasi penting di mana ritual maulid adat berlangsung, seperti masjid kuno, lumbung, dan tempat sesaji. Tidak dibiarkan sembarangan. Ini untuk menjaga kesakralan dan tatanan adat yang berlaku. Biasanya ada pemandu atau pranata adat yang menemani.” tandasnya.
“Maulid adat ini diwariskan secara turun temurun. Para pemuda dilibatkan secara aktif dalam setiap prosesnya mereka belajar langsung, dari memakai pakaian adat sampai mengikuti arak-arakan. Itulah yang membuat tradisi ini bertahan. Mereka bukan sekadar penonton, tapi bagian dari pelestariannya,” sambung Rianom.
Tokoh adat, lanjutnya, sebagai representasi budaya lokal, kerap menghadapi tantangan dalam menyampaikan makna-makna adat kepada pengunjung yang berbeda latar belakang budaya dan pemahaman. Dalam konteks inilah, penyesuaian komunikasi menjadi penting, tanpa harus mengorbankan esensi budaya yang diwariskan.
“Kami tetap menjaga identitas budaya, tetapi kami sesuaikan cara penyampaiannya. Misalnya, kami bisa menyampaikan filosofi adat dalam istilah yang lebih mudah dipahami. Kami tidak mengubah inti budaya, tapi menyesuaikan cara berkomunikasinya supaya bisa diterima dengan baik oleh tamu dari berbagai budaya,” tegasnya.
Tradisi Maulid Adat di Bayan, Lombok Utara, adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang menunjukkan bagaimana tokoh adat menjalankan fungsi sosial, spiritual, dan kultural secara simultan. Tokoh adat berperan sebagai penjaga nilai dan pelaksana tradisi.
“Kami memastikan bahwa seluruh rangkaian ritual berjalan sesuai dengan pakem yang diwariskan leluhur. Selain itu, kami juga melibatkan generasi muda, mengajarkan mereka mulai dari makna simbol hingga tata cara upacara,” ucapnya.
Peran Pemuda Menjaga Tradisi
Darmadi, salah seorang tokoh muda Karang Bajo, mengatakan para pemuda Karang Baju, juga berperan aktif dalam proses Mualid Adat ini. Biasanya, kami para pemuda mendampingi tamu-tamu dari luar, baik wisatawan lokal maupun asing. Jika ada yang bingung soal prosesi, kami bantu menjelaskan, kadang juga jadi penerjemah kalau diperlukan. Selain itu, kami ikut memperagakan langsung prosesi adat, seperti membawa Sesajen, memainkan alat musik tradisional, atau mengenakan pakaian adat yang sesuai. Jadi kami bukan hanya penonton, tapi ikut aktif memperkenalkan budaya kami.
“Keterlibatan wisatawan itu hal yang positif, asalkan mereka tetap menghormati aturan dan nilai-nilai yang berlaku. Justru dengan keterlibatan mereka, kita merasa bahwa budaya kita dihargai dan diakui. Banyak dari mereka yang ingin belajar, bahkan ikut mengenakan pakaian adat. Itu membuat kami lebih semangat untuk menjaga tradisi ini,” jelasnya.
Darmadi juga menaympaikan dalam memperkenalkan budaya ke penjuru dunia, pihaknya memanfaatkan media sosial. Kami buat konten berupa foto, video, dan penjelasan singkat soal tahapan-tahapan Maulid Adat. Biasanya kami posting di Instagram, TikTok, dan YouTube.
“Kadang juga live saat acara berlangsung. Tapi kami tetap berkoordinasi dengan tokoh adat, karena tidak semua bagian boleh disebarkan secara bebas. Tujuannya supaya yang melihat juga dapat informasi yang benar,” tandasnya.
Namun, kata Darmadi, bukan tidak ada tantangan dengan eral digitalisasi dan global ini. Tantangan paling besar adalah godaan untuk lebih memilih budaya luar daripada budaya sendiri. Apalagi sekarang segalanya serba cepat dan instan, sementara adat butuh proses dan pemahaman mendalam.
“Ada juga yang merasa tradisi itu kuno. Tapi kami coba lawan itu dengan cara membuat adat jadi lebih dekat dan menarik misalnya lewat media sosial, pelatihan, atau diskusi dengan tokoh adat,” pungkasnya.
Prosesi Maulid Adat Bayan banyak mendapat perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara, karena, tradisi ini bukan hanya ritual keagamaan semata, tetapi, juga mencerminkan perpaduan harmonis antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal masyarakat Bayan.
“Saya tertarik karena tradisi Maulid Adat Bayan ini sangat unik dan berbeda dari peringatan Maulid Nabi yang biasa saya lihat di tempat lain. Ada nuansa spiritual yang kental berpadu dengan budaya lokal, dan saya penasaran bagaimana masyarakat menjalankannya secara turun-temurun,” kata salah seorang wisatawan, Yumna Juwita Haris.
Ia merasa diterima dengan penuh keramahan karena tokoh adat bersikap terbuka dan sabar dalam menjelaskan hal-hal yang belum diketahui oleh pengunjung. Tidak hanya itu, mereka juga diberi kesempatan untuk menyaksikan ritual secara langsung dan dekat, tanpa merasa terasing dari suasana yang berlangsung. Pengalaman ini menunjukkan bahwa komunikasi yang hangat, empatik, dan partisipatif menjadi kunci utama dalam menciptakan rasa saling percaya antara komunitas lokal dan wisatawan.
“Pengalamannya sangat menyenangkan. Tokoh adat sangat terbuka dan sabar menjelaskan hal-hal yang kami belum tahu. Bahkan, kami diajak untuk ikut menyaksikan dari dekat tanpa merasa seperti orang asing,” tuturnya bahagia. (*)